Saran itu terkauit dengan belum stabilnya harga TBS kelapa sawit yang kini di kisaran Rp1.000-Rp1.100/kilogram
Ia menjelaskan ada dua pasal pengaturan harga berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/OT/2/2013 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Ssawit Produksi Perkebunan.
Pasal 1 ayat I berbunyi pekebun kelapa sawit yang selanjutnya disebut pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dan melakukan kemitraan usaha dengan persahaan mitra.
Pasal 2 yat 1 yakni bahwa peraturan ini merupakan dasar hukum pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembelian TBS kelapa sawit produksi perkebunan.
Ia menyebutkan, dari aturan itu sangat jelas bahwa harga sawit yang ditetapkan oleh pemerintah melalui dinas perkebunan hanya untuk masyarakat pekebun, baik perorangan atau kelompok petani kebun yang mempunyai hubungan kemitra usahaan dengan perusahaan yang tentunya memiliki hubungan kontrak atau ikatan perjanjian kerja kedua belah pihak.
"Dengan adanya peraturan tersebut sudah jelas bahwa rendahnya harga jual TBS sawit masyarakat non plasma selama ini dikarenakan tidak adanya dasar hukum yang ditentukan pemerintah bagi masyarakat petani kebun sawit,"ujarnya.
Ia menyebutkan pengaturan harga yang dimaksud dalam peraturan No 14/Permentan/OT/2/2103 ataupun peraturan Permentan sebelumnya adalah hanya untuk masyarakat pekebun sawit yang telah memiliki hubungan mitra usaha dengan perusahaan.
"Bagi petani kebun sawit nonplasma yang tidak berhubungan kemitraan usaha dengan perusahaan tentunya harga TBS selalu di bawah harga yang ditetapkan pemerintah," katanya.
Ia juga mengharapkan pemerintah daerah melalui dinas perkebunan lebih serius untuk melayani dan memfasilitasi petani sawit non plasma untuk mengurus kemitra usaha dengan pihak perusahaan.
"Pembinaannya bisa saja melalui sosialisasi ataupun administrasinya sehingga petani dapat arahan dalam membentuk kelompok berupa kemitraan," ujarnya.
Selain itu, Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) agar berperan aktif untuk membantu para petani nonplasma dalam hal kepengurusan mitra usaha dengan pihak perusahaan agar petani sawit non plasma bisa sejahtera.
"Jika semua pihak bersatu bahu membahu melakukan pembinaan kepada petani maka petani akan sejahtera,"katanya.
Ia juga mengharapkan perusahaan kelapa sawit dalam mengembangkan bisnisnya diwajibkan mengadakan kebun sawit untuk masyarakat kebun plasma dan inti.
Kebun plasma itu dengan ketentuan berutang ke investor dengan sistem pembayaran dicicil setiap bulannya dari hasil penjualan TBS sawit plasma, sampailunas. Antara inti dan plasma ada sutu ikatan mitra kerja yang diwadahai oleh koperasi.
"Setiap plasma di Pasaman Barat pasti ada koperasinya, begitu juga dengan sawit masyarakat yang mendirikan suatu koperasi juga bermitra dengan perusahaan, dengan alasan sawit bermutu dan harganya juga terjamin,"ulasnya.
Ia menilai akibat rendahnya harga TBS nonplasma petani menjadi dilema tersendiri bagi Pemkab dan DPRD serta perusahaan kelapa sawit.
Persoalan ini selalu menimbulkan tuntutan dari petani nonplasma terkait harga yang terlalu jauh dibandingkan harga sawit plasma atau kelompok.
Sementara harga kesepakatan berlaku hanya untuk petani sawit plasma atau kelompok. Sementara petani nonplasma atau tidak bermitra harga tidak bisa ditetapkan menurut aturan.
"Solusinya tentu petani harus membuat kelompok atau koperasi sehingga harga akan lebih terjamin," ujarnya.
Sebelumnya petani bersama DPRD dan Pemkab melakukan rapat bersama membahas persoalan harga kelapa sawit.
Dalam rapat itu diperoleh empat rekomendasi. Pertama, agar Pemkab Paaman Barat memfasilitasi terbentuknya kemitraan petani kelapa sawit dengan perusahaan.
Kedua, pengawasan ditingkatkan mulai harga, uji timbangan, uji suplayer dan perlu buat Perda.
Ketiga, agar Pemkab memberi sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi harga penetapan bersama.
Keempat, harga antara TBS plasma dengan nonplasma marginnya tidak terlalu jauh. (*/sun)
Berita Pasaman Barat - ANTARA Sumbar
Posting Komentar